Masyarakat Betawi memiliki adat budaya yang sangat kental. Masyarakat Betawi yang mencintai seni dan budaya Betawi yaitu seniman Betawi. Para seniman yang terus berusaha untuk melestarikan seni dan budaya dengan menampilkan pertunjukan atau pergelaran seni budaya. Kesenian juga dapat menjadi dasar dan adanya sebuah komunitas yang terbentuk dan kebiasaan kelompok itu.
Rafael Raga menjelaskan bahwa “Seni budaya merupakan hasil dan sebuah kebiasaan yang dilakukan oleh seseorang maupun kelompok dan nantinya menjadi ciri khasnya kelompok tersebut. Dalam hal ini kelompok yang dimaksud adalah komunitas etnis masyarakat Betawi.” (Rafael Raga Maran, Manusia dan Kebudayaan Dalam Persfektif Ilmu Budaya Dasar, Jakarta, Rineka Cipta, 2007, Hal 103)
Berbagai macam seni dan budaya di Betawi menunjukan bahwa keanekaragaman kesenian juga terdapat pada masyarakat Betawi. Betawi sendiri merupakan sebuah suku yang terdiri dari masyarakat yang berdasarkan hasil perkawinan antar etnis suku bangsa karena pada saat itu Batavia menjadi pusat negara Indonesia. Kota Jakarta sendiri pada awalnya merupakan sebuah kota yang bernama Batavia. Batavia ini diberi nama oleh seorang Jenderal Belanda yaitu Jan Pieterszoon Coen. Penduduk yang bermukirn dan tinggai di daerah Batavia, maka di namakan orang Betawi. Sebutan untuk Betawi sendiri merupakan sebuah ejaan dan kata Batavia yaitu Be Ta Wau Ya.
Ridwan Saidi mengatakan bahwa “Masyarakat yang tinggal di Batavia pada saat itu mengubah kata dengan plesetannya yaitu Betawauya menjadi Betawi dan kata tersebut ada pada abad 19”. Sehingga, menjadi populer dengan nama Betawi dan masyarakatnya disebut sebagai orang Betawi. Sekarang kota Batavia telah beberapa kali mengalami proses perubahan nama dan terakhir diberi nama Jakarta sampai saat ini.” (Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi : Asal Muasal, Kebudayaan dan Adat Istiadatnya, Jakarta, Guna Kata, 1997, Hal 10)
Masyarakat telah banyak mengakui identitasnya sebagai orang Betawi karena faktor keturunan. Orang-orang Betawi yang identik sebagai tuan tanah atau pemilik Jakarta. Namun, sekarang komunitas ini mengalami pergesaran di kotanya. Banyak para pendatang yang datang ke Jakarta dengan jumlah yang besar. Mereka datang dengan berbagai macam tujuannya. Jumlah pendatang yang besar menyebabkan orang Betawi di Jakarta tergerus. Beberapa, komunitas masyarakat Betawi melakukan migrasi yaitu dengan berpindah dari pusat kota ke wilayah pinggir kota Jakarta seperti daerah Pesanggrahan, Srengseng Sawah, Depok dan lain-lain. Namun, disisi lain orang Betawi juga dikenal memiliki kreatifitas seni yang tinggi. Hal tersebut terbukti dengan berbagai macam seni dan budaya yang dihasilkannya oleh masyarakat Betawi salah satunya yaitu topeng blantek. Awal munculnyá seni topeng blantek pada zaman penjajahan Belanda sekitar abad 19. Zaman penjajahan Belanda pergelaran topeng blantek sering dilaksanakan oleh orang-orang Betawi pada saat malam hari. Zaman penjajahan Belanda pergelaran topeng blantek lebih sering dipertunjukkan karena pada saat itu belum banyak kesenian budaya yang lahir seperti tari Jaipong. Mereka yang memainkan topeng blantek pada umumnya adalah orang-orang Betawi. Pergelaran topeng saat itu menjadi hiburan rakyat dan para koloni Belanda. Asal nama blantek berasal dan kata “blengs teks” yang artinya tanpa teks. Namun.ada juga pandangan dari beberapa tokoh Betawi kata blantek merupakan bunyi dari rebana biang dan alat sederhana seperti kayu yaitu “berbunyi blang dan tek”.
Menurut Yahya Andi Saputra bahwa “Topeng blantek itu merupakan bagian dari teater Betawi. Penamaan topeng btantek itu diberikan karena pertunjukan topeng tersebut dahulunya menggunakan alat-alat, seperti rebana dan kayu. Jika rebana biang berbunyi blang dan kayu berbunyi tek jadi blang tek atau blantek. Oleh sebab itu, dinamakanlah menjadi topeng blantek.” (Hasil Wawancara, 29 juli 2011, Lembaga Kebudayaan Betawi)
Pergelaran topeng blantek tidak menggunakan teks, sehingga para pemainnya tidak ada yang membaca teks sebelum pementasan. Namun, sisi kreatifitas setiap pemain yang menjadi faktor utama untuk menghasilkan sebuah dialog dan tetap sesuai dengan pembagian tugas pemain yang berdasarkan tema cerita yang ada didalam pertunjukan. Penamaan topeng merupakan adanya tokoh Jantuk yang selalu menggunakan topeng. Beberapa sanggar-sanggar topeng blantek pada tahun 1990 an memiliki cerita yang menjadi terpopuler. Tema cerita yang sering ditampilkan dalarn penampilan topeng blantek yaitu tentang tokoh legenda Betawi seperti Si Pitung, Jampang, Nyai Dasimah dan lain-lain Didalam pertunjukan topeng blantek selain cerita terkadang ditampilkan kesenian tari-tarian. Seni tari yang sering dipertunjukkan yaitu tari topeng dan tari yapong. Pertunjukan topeng blantek juga selalu diiringi dengan beberapa alat musik yang menjadi ciri khasnya yaitu rebana biang. Rebana Biang merupakan salah satu alat musik khas daerah Betawi. Rebana biang merupakan sebuah rebana yang berukuran besar. Keeksitensian rebana biang mengalami kepunahan karena pembuatan yang cukup sulit. Hal tersebut dikarenakan pemakaian rebana biang tidak lagi digunakan dalam pertunjukan seni topeng blantek.
Nasir Mupid menjelaskan “Awalnya topeng blantek dulu menggunakan rebana biang yaitu rebana yang besar. Dulunya setiap pertunjukan pakai rebana itu, kemudian bergeser pada penggunaan alat musik yang lain seperti tanjidor, gong, kendang dan lain-lain. Akan tetapi ciri khas lain dari topeng blantek tetap kita pertahankan” (Hasil Wawancara, 4 September 2011, Topeng Blantek Fajar Ibnu Sena, Pesanggrahan, Jakarta Selatan)
Namun seiring perkembangan waktu penggunaan Rebana Biang bergeser pada alat-alat tradisional lain yang digunakan sebagai pengiring Topeng Belantek seperti Gong, Gendang dan lain-lain, sehingga Rebana Biang jarang digunakan oleh para seniman.Alat-alat tradisional tersebut sebagai pelengkap dalam kesenian topeng belantek. Daerah sekitar wilayah Jakarta yaitu Bogor juga terdapat kesenian budaya topeng blantek. Pada kesenian budaya topeng blantek yang ada di Bogor memiliki fungsi yaitu bukan hanya sebagai hiburan. Seni topeng blantek sebagai alat untuk berdakwah menyebarkan ajaran-ajaran agama Islam. Hal itu ditambah dengan musik pengiringnya lagu-lagu Islami, seperti All fiqih, Aisyah, dan Maulana, sedangkan lagu hiburan salah satunya yaitu Jali-jali. Pada konteks lain nama topeng blantek berasal dari alat musik rebana biang dan kotek.
Atik Soepandi menjelaskan bahwa “Asal muasal penamaan blantek yaitu dari nama rebana biang dan rebana kotek.” (Atik Soepandi dkk, Topeng Blantek Betawi, Disparbud, DKI Jakarta, 1993, Hal 14)
Akan tetapi, sebelum lahirya seni budaya topeng blantek, seni topeng dan lenong sudah ada. Seni budaya topeng blantek lahir karena sisi tolak yang berbeda antara seni topeng dengan lenong. Saat itu, seni budaya lenong merupakan hiburan seni masyarakat kelas atas. Sedangkan, seni budaya topeng merupakan hiburan seni untuk masyarakat kelas menengah kebawah. Dari faktor tersebut, seni budaya topeng blantek lahir untuk menjadi seni budaya yang bersifat universal bagi masyarakat. Oleh sebab itu seni budaya topeng blantek ketika lahir ada kesenjangan pada masyarakat yang diakibatkan oleh dua budaya tersebut.
Menurut Abdurrachiem bahwa “Budaya topeng blantek itu lahir dari sebuah proses pada dua seni budaya antara topeng dan lenong. Seni lenong ditonton oleh masyarakat kelas atas, salah satunya tuan tanah. Sedangkan seni topeng untuk kalangan masyarakat kelas bawah. Dan topeng blantek ada sebagai sisi netral atau penyeimbang dalam arti topeng blantek dapat ditonton oleh semua kalangan.” (Hasil Wawancara, 24 januari 2012, Litbang Disparbud, DKI Jakarta)
Walaupun begitu, seni budaya topeng blantek menjadi salah satu dari hiburan rakyat yang berasal dalam seni budaya tradisional masyarakat Betawi. Pada awal pertama adanya seni topeng blantek dalam pertunjukannya terdapat penggunaan obor. Obor di gunakan sebagai penerang dalam pertunjukan dan selalu digunakan oleh tokoh Jantuk. Hal tersebut dikarenakan pada awal muncul topeng blantek mengadakan pertunjukan keseniannya pada malam hari. Tokoh Jantuk merupakan aktor penting dalam pertunjukan topeng blantek. Ciri khas dari topeng blantek, berbeda dengan kesenian yang lain adalah adanya tokoh Jantuk. Tokoh jantuk selalu memakai topeng dalam pementasan seni budaya topeng blantek. Tokoh Jantuk merupakan pemain yang menjadi pemberi kesimpulan awal dan akhir cerita pertunjukan seni topeng blantek. Jantuk pada kesenian topeng blantek muncul saat awal dan akhir pertunjukan. Pada awal pertunjukan seni topeng blantek, Jantuk selalu membawa sundung. Dulunya wilayah Jakarta merupakan daerah yang sebagian besar adalah pertanian dan perkebunan. Sundung yang digunakan oleh para petani yang ada di Betawi pada saat itu. Sundung adalah alat tradisional para petani untuk mencari rumput. Sundung tidak lagi selalu digunakan dan dibawa oleh Jantuk. Namun, sundung hanya diletakkan diatas panggung sebagal salah satu ciri khas dari pertunjukan seni topeng blantek. Sundung yang digunakan pada saat pertunjukan topeng blantek berjumlah tiga pasang. Pada dasarnya Jantuk, sundung dan obor adalah bagian penting didalam topeng blantek. Topeng blantek sendiri memiliki karaktek yang bernuansa budaya dan agama. Tokoh Jantuk didalam pergelaran seni topeng blantek merupakan penasehat agama. Dia memberikan kesimpulan dari awal dan akhir cerita pertunjukan topeng blantek dengan menjelaskan inti-inti dari cerita yang ditampilkan. Tokoh Jantuk merupakan pembeda antara seni budaya topeng blantek dengan teater Betawi yang lain. Hal tersebut memiliki peran penting bagi masyarakat.